Selasa, 06 Maret 2012

Pendidikan Life Skill dalam Pengembangan Penguatan Remaja

Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan permasalahan, statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu di awal abad ke-20 oleh bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu adalah bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress). Selain itu juga masih banyak beberapa kalangan yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa pencarian jati diri, hal serupa diungkapkan oleh Erickson dimana pada masa remaja merupakan masa krisis identitas dan pencarian jati diri (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001)

Keadaan remaja yang sedang berproses kearah pencarian dan pembentukan diri ini kerap menimbulkan konflik, hal itu akan terus terjadi karena adanya unsur ketidak-siapan seorang remaja dalam menghadapai permasalahan yang muncul, baik dari internal maupun eksternal remaja tersebut. Ketidaksiapan remaja dalam mengatasi persoalan hidup tentu saja akan berpengaruh negative bagi perkembangan diri maupun lingkungan sekitarnya, missal; kehilangan orientasi tentang membangun masa depan, terjerumus ke dunia narkoba, minuman alcohol, pergaulan bebas, tawuran dan lain sebagainya.

Apalagi jika dikaitkan dengan semakin pesatnya perkembangan IMTEK pada abad ini,  perlu ada penguatan baik secara in-formal, formal juga secara non-formal. Hal ini terkait pada kemampuan untuk memfilterisasi informasi-informasi negative yang masuk dan terus berkembang. Walaupun perkembangan yang terjadi merupakan kemajuan namun tidak dipungkiri juga akan memunculkan dampak negatif bagi remaja yang secara nota bene sedang dalam masa pencaharian.

Melihat kondisi remaja yang sangat rentan dengan konflik ini maka perlu adanya perhatian khusus bagi semua kalangan untuk lebih serius dalam melakukan pendekatan melalui program-program pendampingan dan pengembangan diri pada usia remaja.


Berkaitan dengan klasifikasi usia remaja, terdapat beberapa pendapat seperti menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12 – 18 tahun. Monk, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12 – 23 tahun, sedangkan menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12 – 23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan para ahli juga dapat dilhat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat variatif hal ini sangat berkaitan dengan kecakapan/ kemampuan remaja dalam pemenuhan kapasitas diri sebagai sosok orang dewasa.
1. Kebutuhan Pendidikan Life Skill dalam Menunjang Program-program Pengembangan dan Penguatan Remaja.
Berbicara mengenai Life Skill atau kecakapan hidup, dalam kehidupan sehari-hari masih banyak kalangan yang mendefenisikan kecakapan hidup secara sempit, bahwa life skill hanya dikaitkan dengan persoalan vokasional atau keterampilan kejuruan khusus saja. Hal ini tentu berbeda dengan pengertian Life Skill yang diungkapkan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas yang mendefenisikan life skill dengan makna yang lebih luas, dimana PUSKUR merujuk pendapat WHO (1997) yang mendefinisikan bahwa kecakapan hidup sebagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam kehidupan secara lebih efektif. Menurut badan WHO kecakapan hidup mencakup lima jenis, yaitu:

1. Kecakapan mengenal diri
2. Kecakapan berpikir
3. Kecakapan sosial
4. Kecakapan akademik, dan
5. Kecakapan kejuruan.


Barrie Hopson dan Scally (1981) juga mengemukakan bahwa kecakapan hidup merupakan pengembangan diri untuk bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan baik secara individu, kelompok maupun melalui sistem dalam menghadapi situasi tertentu.
Sementara Brolin (1989) mengartikan lebih sederhana yaitu bahwa kecakapan hidup merupakan interaksi dari berbagai pengetahuan dan kecakapan sehingga seseorang mampu hidup mandiri. Pengertian kecakapan hidup tidak semata-mata memiliki kemampuan tertentu (vocational job), namun juga memiliki kemampuan dasar pendukung secara fungsional seperti: membaca, menulis, dan berhitung, merumuskan dan memecahkan masalah (probelm solving), mengelola sumber daya, bekerja dalam kelompok, dan menggunakan teknologi (Dikdasmen, 2002).


Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa pendidikan kecakapan hidup merupakan kecakapan-kecakapan yang secara praktis dapat membekali seorang remaja dalam mengatasi berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan. Kecakapan itu menyangkut aspek pengetahuan, sikap yang didalamnya termasuk fisik dan mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan dengan pengembangan akhlak peserta didik sehingga mampu menghadapi tuntutan dan tantangan hidup dalam kehidupan.

Dikaitkan dengan pengembangan pendidikan kecakapan hidup pada remaja, jika diartikan secara luas Pendidikan kecakapan hidup ini dapat menyentuh aspek-aspek kehidupan remaja seperti :
    A.  Aspek personal skill
Aspek ini menjangkau ruang pemahaman untuk mengenali diri (self awareness skill) sehingga diharapkan remaja mampu berpikir rasional dalam setiap menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (thinking skill). Kecakapan mengenal diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan juga kekurangan yang dimiliki. Dengan demikian maka kecakapan ini dapat menjadi modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar.
Kecapakan berpikir mencakup antara lain kecakapan mengenali dan menemukan informasi, mengolah, dan mengambil keputusan (making decision) , serta memecahkan masalah (problem solving) secara kreatif.
   B.   Aspek Sosial Skill
Merupakan aspek yang diperkuat untuk menjangkau sisi kehidupan bersosialisasi dengan lingkungan keluarga, teman sebaya, juga lingkungan masyarakat sekitar. Penguatan pada aspek ini dilakukan agar remaja dapat mengembangkan kemampuan berdialog dalam dunia pergaulan, sehingga memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik (communication skill) dan kemampuan bekerjasama dengan orang lain (collaboration skill).

Secara konsep dua aspek (personal skill dan social skill) ini merupakan kecakapan hidup generik (Generik Life Skill)

 C.   Aspek Akademik Skill dan Aspek Vokasional Skill

Secara konsep kedua aspek ini disebut sebagai Kecakapan spesifik (Specific Life Skill). Kedua aspek ini berkaitan langsung dengan penguasaan kemampuan keterampilan secara khusus bagi remaja dalam mengaktualisasikan diri, mengembangkan kemampuan untuk menguasai serta menyenangi jenis pekerjaan tertentu. Jenis pekerjaan tertentu ini bukan hanya merupakan pekerjaan utama yang akan ditekuni sebagai mata pencaharian, melainkan secara menyeluruh guna menjadi bekal untuk bersaing dalam kehidupan dunia kerja kedepan.

2. Pengembangan Media sebagai Penunjang Pendidikan Kecakapan Hidup pada    Remaja.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYxk9F58Ekluary5wAZECBLP-IDMBPUIsHp2_hiwTnzimnaMaBeH5kFHBK7dKB0f1iKAzb5FpkZIjlVpgajt8I8NHBmnxpzOochSe4ErxyEtp4LJ_gfAdQ09dFPA9I5Wc-wXudYnOqP64b/s200/2.jpg
Pendidikan kecakapan hidup dapat dilakukan melalui kegiatan intra/ekstrakurikuler untuk mengembangkan potensi remaja sesuai dengan karakteristik, emosional, dan spiritual dalam prospek pengembangan diri.
Tentunya banyak media kreatif serta inovatif yang harus terus digalih dalam menyampaikan pendidikan pengembangan kecakapan ini, namun isi tetap dikaitkan dengan penguatan-penguatan yang ingin capai. Misal; pendidikan Teater tidak hanya bertujuan menjadikan seorang remaja sebagai aktor ulung diatas panggung, namun proses pembentukan lebih diarahkan pada penguatan kecerdasan emosi (emotional intellegence), baik secara Intra-personal maupun secara Inter-personalnya remaja. Pendekatan-pendekatan seperti ini lebih mudah menyentuh sisi kehidupan pribadi remaja dan tentunya tidak membosankan dari pada sekedar metode ceramah.


Dengan teater remaja juga dapat diajak untuk mengasah kemampuan Ansos (analisis sosial), melalui permasalahan-permasalan yang terjadi dilingkungan paling dekat sampai pada permasalahan dunia. Lebih lanjut permasalahan-permasalahan yang ditemukan kemudian secara berasama digalih penyebab atau akar dari permasalahan tersebut, bisa jadi menggalih permasalahan dengan metode ”Pohon Masalah”, sehingga selain mendapatkan hasil yang lebih objektif, unsur problem solving pada diri remaja juga dapat diperkuat.


Selanjutnya hasil dari analisis dan penelusuran akar masalah tersebut dapat dijadikan sebagai skenario drama atau teater, yang kemudian di panggungkan dihadapan orang banyak.Ketika manggung juga akan berdampak pada pengembangan keberanian serta percaya diri remaja untuk bisa berdiri dihadapan orang banyak.

Selanjutnya dapat juga menggunakan media seni musik sebagai pengembangan keharmonisasian. Karena berbicara masalah musik tak akan pernah lepas dari pembahasan harmonisasi, seorang audien akan merasa nyaman mendengarkan permainan musik jika ketukan irama antara alat musik yang satu dengan lainnya bisa selaras, saling melengkapi dan saling memperindah.
Kemampuan seorang fasilitator untuk dapat mengkaitkan antara pembahasan ”Keharmonisasian” dalam bermusik dengan keharmonisasian dalam kehidupan sehari-hari.
Tentunya penguatan yang akan diraih dari peserta didik dengan media musik ini adalah remaja memiliki kemampuan kecerdasan emosi intra dan inter-personal seperti mampu bekerja sama, menghilangkan kecendrungan egois, mampu menganalisis situasi dalam melakukan tindakan-tindakan.


Kedua contoh media diatas, jika dikembangkan maka berdampak pada penguatan aspek Personal skill dan aspek sosial skill pada remaja.Program-program pengembangan lainnya dapat berupa peningkatan kwalitas mental seperti pendidikan kepemimpinan (leadership), komunikasi (public speaking), juga pelatihan-pelatihan kejuruan seperti komputer, kerajinan pertukangan, seni pahat/ukir,  lukis, daur ulang bahan bekas (recycle) serta kreatifitas lain yang menunjang kehidupan remaja secara vokasinal.

Jika empat aspek pengembangan kecakapan hidup diatas dapat dimiliki oleh seorang remaja maka dipastikan mereka dapat tumbuh dan berkembang secara layak serta memiliki kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi untuk mengatasinya. Hal ini tentunya dapat menjadi jawaban atas permasalahan-permasalahan remaja yang telah dibahas diatas, tinggal bagaimana kemampuan kita dalam menggali dan memformulusikan media serta metode yang tepat sebagai pintu masuk kedalam dunia remaja.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar