Minggu, 03 Maret 2013

Studi Kasus dalam Bimbingan dan Konseling



Studi Kasus dalam Bimbingan dan Konseling

Dalam era kemajuan informasi dan teknologi, siswa semakin tertekan dan terintimidasi oleh perkembangan dunia akan tetapi belum tentu dimbangi dengan perkembangan karakter dan mental yang mantap.
Seorang Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor mempunyai tugas yaitu membantu siswa untuk mengatasi permasalahan dan hambatan dan dalam perkembangan siswa.
Setiap siswa sebenarnya mempunyai masalah dan sangat variatif. Permasalahan yang dihadapi siswa dapat bersifat pribadi, sosial, belajar, atau karier. Oleh karena keterbatasan kematangan siswa dalam mengenali dan memahami hambatan dan permasalahan yang dihadapi siswa, maka konselor – pihak yang berkompeten – perlu memberikan intervensi. Apabila siswa tidak mendapatkan intervensi, siswa mendapatkan permasalahan yang cukup berat untuk dipecahkan. Konselor sekolah senantiasa diharapkan untuk mengetahui keadaan dan kondisi siswanya secara mendalam.
Untuk mengetahui kondisi dan keadaan siswa banyak metode dan pendekatan yang dapat digunakan, salah satu metode yang dapat digunakan yaitu studi kasus (Case Study). Dalam perkembangannya, oleh karena kompleksitas permasalahan yang dihadapi siswa dan semakin majunya pengembangan teknik-teknik pendukung – seperti hanya teknik pengumpulan data, teknik identifikasi masalah, analisis, interpretasi, dan treatment – metode studi kasus terus diperbarui.
Studi kasus akan mempermudah konselor sekolah untuk membantu memahami kondisi siswa seobyektif mungkin dan sangat mendalam. Membedah permasalahan dan hambatan yang dialami siswa sampai ke akar permasalahan, dan akhirnya konselor dapat menentukan skala prioritas penanganan dan pemecahan masalah bagi siswa tersebut.








Pengertian Studi Kasus
Kamus Psikologi (Kartono dan Gulo, 2000) menyebutkan 2 (dua) pengertian tentang Studi kasus (Case Study) pertama Studi kasus merupakan suatu penelitian (penyelidikan) intensif, mencakup semua informasi relevan terhadap seorang atau beberapa orang biasanya berkenaan dengan satu gejala psikologis tunggal. Kedua studi kasus merupakan informasi-informasi historis atau biografis tentang seorang individu, seringkali mencakup pengalamannya dalam terapi. Terdapat istilah yang berkaitan dengan case study yaitu case history atau disebut riwayat kasus, sejarah kasus. Case history merupakan data yang terimpun yang merekonstruksikan masa lampau seorang individu, dengan tujuan agar orang dapat memahami kesulitan-kesulitannya yang sekarang . serta menolongnya dalam usaha penyesuaian diri(adjustment) (Kartini dan Gulo, 2000).
Berikut ini definisi studi kasus dari beberapa pakar dalam Psikologi dan Bimbingan Konseling, yaitu ;
Studi kasus adalah suatu teknik mempelajari seorang individu secara mendalam untuk membantu memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik. (I.Djumhur, 1985).
Studi kasus adalah suatu metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seorang murid secara mendalam dengan tujuan membantu murid untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik (WS. Winkel, 1995).
Studi kasus adalah metode pengumpulan data yang bersifat integrative dan komprehensif. Integrative artinya menggunakan berbagai teknik pendekatan dan bersifat komprehensif yaitu data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek pribadi individu secara lengkap (Dewa Ketut Sukardi, 1983).
Studi kasus merupakan teknik yang paling tepat digunakan dalam pelayanan bimbingan dan konseling karena sifatnya yang komprehensif dan menyeluruh. Studi kasus menggunakan hasil dari bermacam-macam teknik dan alat untuk mengenal siswa sebaik mungkin, merakit dan mengkoordinasikan data yang bermanfaat yang dikumpulkan melalui berbagai alat. Data itu meliputi studi yang hati-hati dan interpretasi data yang berhubungan dan bertalian dengan perkembangan dan problema serta rekomendasi yang tepat.
Jadi berdasarkan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa studi kasus adalah suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik. Bahan dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri/karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok. Analisa itu mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan kedalaman permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan (prognosis), lingkungan dan kondisi individu/kelompok dan upaya memotivasi terungkapnya masalah kepada guru pembimbing (konselor) sebagai orang yang mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan oleh konselor kemudian dinvertaris dan diolah sedemikian rupa hingga mudah untuk diinterpretasi masalah dan hambatan individu dalam penyesuaiannya.
Tujuan Studi Kasus
Studi Kasus diadakan untuk memahami siswa sebagai individu dalam keunikannya dan dalam keseluruhannya. Kemudian dari pemahaman dari siswa yang mendalam, konselor dapat membantu siswa untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. Dengan penyesuian pada diri sendiri serta lingkungannya, sehingga siswa dapat menghadapi permasalahan dan hambatan hidupnya, dan tercipta keselarasan dan kebahagiaan bagi siswa tersebut.
Sasaran Studi kasus
Sasaran studi kasus adalah individu yang menunjukan gejala atau masalah yang serius, sehingga memerlukan bantuan yang serius pula. Yang biasanya dipilih menjadi sasaran bagi suatu studi kasus adalah murid yang menjadi suatu problem (problem case); jadi seorang murid membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik, asal murid itu dalam keadaan sehat rohani/ tidak mengalami gangguan mental.

Kamis, 14 Februari 2013

Landasan Bimbingan konseling


1.    Keterpaduan yang Mantap tentang Pengertian, Tujuan, Prinsip, dan Asas serta Landasan Bimbingan dan Konseling
a.    Pengertian Bimbingan dan Konseling
1)   Pengertian Bimbingan
Menurut Prayitno (2004:99) bimbingan adalah  proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
2)   Pengertian Konseling
Prayitno (2004:105) menyatakan bahwa konseling adalah suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.
3)   Pengertian Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan kedua pengertian bimbingan dan konseling diatas dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling merupakan pertemuan empat mata antara konselor dan klien untuk membahas masalah atau kesulitan yang di alami oleh klien sehingga dapat ditemukan jalan keluar dari permasalahan tersebut.
b.   Tujuan Bimbingan dan Konseling
Tujuan Bimbingan dan Konseling dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:
1)   Tujuan Umum
Prayitno (1997: 24) menyatakan tujuan umum Bimbingan dan Konseling adalah sama dengan tujuan pendidikan, sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 2 tentang sistem Pendidikan Nasional, yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Upaya bimbingan dan konseling yang dimaksudkan diatas diselenggarakan melalui pengembangan segenap potensi individu peserta didik secara optimal, dengan memanfaatkan berbagai cara dan sarana, berdasarkan norma-norma yang berlaku, dan mengikuti kaidah-kaidah profesional.
Selain itu, prayitno (2004:114) juga menyatakan bahwa tujuan umum bimbingan dan konseling yaitu untuk membantu individu mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seeperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan dan sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya.
2)   Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusu bimbingan dan konseling merupakan penjabaran tujuan umum tersebut dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu. Masalah-masalah individu bermacam ragam jenis, intensitas, dan sangkut-pautnya, serta masing-masing bersifat unik. Oleh karena itu, tujuan khusus bimbingan dan konseling untuk masing-masing individu bersifat unik pula.Tujuan bimbingan dan konseling untuk seorang individu berbeda dari (dan tidak boleh disamakan dengan) tujuan bimbingan dan konseling untuk individu lainnya.
c.    Fungsi Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling mengembangkan sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
1)   Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik, pemahaman itu meliputi:
a)    Pemahaman tentang diri peserta didik, terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya, dan guru pembimbing.
b)   Pemahaman tentang lingkungan peserta didik (termasuk didalamnya lingkungan keluarga dan sekolah), terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya dan guru pembimbing.
c)    Pemahaman tentang lingkungan “yang lebih luas” (termasuk didalamnya informasi pendidikan, informasi jabatan/pekerjaan, dan informasi sosial dan budaya/nilai-nilai), terutama oleh peserta didik.
2)   Fungsi Pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul, yang akan dapat menganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.
3)   Fungsi Pengentasan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik.
4)   Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpeliharanya dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
d.   Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
Prayitno (1997:27) menjelaskan dalam pelayanan bimbingan dan konseling perlu diperhatikan sejumlah prinsip, yaitu:
1)        Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran layanan:
a)        Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, agama, dan status sosial ekonomi.
b)        Bimbingan dan konselig berurusan dengan pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan dinamis.
c)        Bimbingan dan konseling memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan individu.
d)       Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama kepada perbedaan individual yang menjadi orientasi pokok pelayanan.
2)      Prinsip-prinsip berkenaan dengan permasalahan individu:
a)      Bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental/fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
b)      Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah pada individu yang kesemuanya menjadi perhatian utama pelayanan bimbingan dan konseling.
3)      Prinsip-prinsip berkenaan dengan program layanan:
a)      Bimbingan dan konseling merupakan bagian internal dari upaya pendidikan dan pengembangan individu, oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta  didik.
b)      Program bimbingan dan konseling harus fleksiel, disesuainkan dengan kebutuhan individu, masyarakat, dan kondisi lembaga.
c)      Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan yang teren dan sampai tertinggi.
d)     Terhadap isi dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu diadakan penilaian yang teratur dan terarah.
4)      Prinsip-prinsip berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan:
a)      Bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahannya.
b)      Dalam proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan akan dilakukan oleh individu hendaknya atas kemauan individu itu sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari pembimbing atau pihak lain.
c)      Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relavan dengan permasalahan yang dihadapi.
d)     Kerjasama antara Guru Pembimbing, guru-guru lain, dan orang tua amat menentukan hasil pelayanan bimbingan.
e)      Pengembangan program pelayanan bmbingan dan konseling ditempuh melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat dalam proses pelayanan dan progra bimbingan dan konseling itu sendiri.
e.    Asas-asas Bimbingan dan Konseling
Penyelenggaraan layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling selain dimuati oleh fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip bimbingan, juga dituntut untuk memenuhi sejumlah asas bimbingan. Pemenuhan atas asas-asas itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri.

Asas-asas tersebut ialah sebagai berikut:
1)   Asas kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak  boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini Guru Pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaannya benar-benar terjamin.
2)   Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya. Dalam hal ini Guru Pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3)   Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak pura-pura, baik di dalam  memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas krahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri peserta didik yang menjadi sasaran layanan/kegiatan. Agar peserta didik dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak pura-pura.
4)   Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif didalam penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong peserta didik untuk aktif  dalam setiap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukkan baginya.
5)   Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yaitu: peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri sebagaimana telah diutarakan terdahulu. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirin peserta didik.
6)   Asas kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik (klien) dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lamppaupun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang dapat diperbuat sekarang.
7)   Asas kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (klien) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tehap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8)   Asas keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan keterpaduan. Untuk ini kerja sama antar guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperanan dalam penyelengaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9)   Asas kenormatifan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma-norma yang ada, yaitu norma-norma agama, hukum dan peraturan, adat-istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan norma-norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) memahami, menghayati, dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10)         Asas keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11)         Asas alih tangan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain: dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan ahli-ahli lain.
12)         Asas tut wuri handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman). Mengembangkan keteladanan, memberikan  rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju. Demikian juga segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diselengarakan hendaknya disertai dan sekaligus dapat membangun suasana pengayoman, keteladanan, dan dorongan seperti itu. Selain asas-asas tersebut saling terkait satu sama lain, segenap asas itu perlu diselenggarakan secara terpadu dan tepat waktu, yang satu tidak perlu didahulukan atau dikemudiankan dari yang lain. Begitu pentingnya asas-asas tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa asas-asas itu merupakan jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan pelayanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas itu tidak dijalankan dengan baik penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling akan tersendat-sendat atau bahkan terhenti sama sekali.
f.       Landasan Bimbingan dan Konseling
Landasan Bimbingan dan Konseling adalah sebagai berikut:
1)   Landasan Filosofis, merupakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya, setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya, serta setuntas-tuntasnya tentang hakekat sesuatu. Tidak ada lagi pemikiran yang dalam, lebih luas, lebih tinggi, lebih lengkap ataupun lebih tuntas dari pemikiran filosofis.
2)   Landasan Religius, bagi bimbingan dan konseling perlu ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu:
(a)    Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah mahluk tuhan.
(b)   Sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan ke arah sesuai dengan kaidah-kaidah agama.
(c)    Upaya yang memungkinkan perkembangan dan dimnfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk IPTEK) serta kemasyarakatan sesuai dan meneguhkan kehidupan beragama untuk memantu perkembangan dan pemecahan masalah individu.
3)   Landasan Psikologis, merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Landasan psikologi bimbingan dan konseling berarti memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan (klien).
4)   Landasan Sosial Budaya, sebagai mahluk sosial, manusia tidak pernah dapat hidup seorang diri. Dimanapun dan bilamanapun manusia hidup senantiasa membentuk kelompok hidup terdiri dari sejumlah anggota guna menjamin baik keselamatan, perkembangan maupun kerukunan. Dalam kehidupan berkelompok itu, manusia mengembangkan ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing individu sebagai anggota demi ketertiban pergaulan sosial mereka. Ketentuan-ketentuan itu merupakan perangkat nilai, norma sosial maupun pandangan hidup yang terpadu dalam sistem budaya yang  berfungsi sebagai rujukan hidup para pendukungnya.
5)   Landasan Pedagogis, pendidikan akan ditinjau sebagai landasan bimbingan dan konseling dari tiga segi, yaitu pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan salah satu bentuk pendidikan, pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan pendidikan lebih lanjut sebagi inti tujuan pelayanan bimbingan dan konseling.

2.    Bidang Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling di SMP, merupakan kelanjutan dan pengembangan pelayanan bimbingan dan konseling di SD. Sebagai pelayanan yang terpadu dengan segenap pelayan yang ada di SMP (terutama dengan pelayanan pengajaran dan latihan), penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di SMP sepenuhnya memperhatikan karakteristik, tujuan pendidikan, kurikulum, dan peserta didik di SMP. Sebagai pelayanan yang lengkap dan menyeluruh, pelayanan bimbingan dan konseling di SMP mencakup bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier.
a.          Bidang Bimbingan Pribadi
Bertujuan membantu mengembangka siswa mengenal, menemukan, dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, serta sehat jasmani dan rohani.
b.      Bidang bimbingan Sosial
Bertujuan membantu siswa memahami diri dalam kaitannya dengan lingkungan dan etika pergaulan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur dan tanggung jawab sosial.
c.       Bidang Bimbingan Belajar
Bertujuan membantu siswa mengenal, menumbuhkan dan mengembangkan diri, sikap dan kebiasaan belajar yang baik untuk menguasai pengetahuan dan ketrampilan, sesuai dengan program belajar di SMP dalam rangka menyiapkannya melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi dan/atau berperan serta dalam kehidupan masyarakat.
d.      Layanan Bimbingan Karier
Bertujuan untuk mengenal potensi diri sebagai prasyarat dalam mempersiapkan masa depan karier masing-masing siswa.

3.    Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling
Terdapat sembilan jenis layanan dalam bimbingan dan konseling, yaitu:
a.       Layanan Orientasi, yaitu suatu layanan dalam bimbingan dan konseling yang berupaya menjembatani kesenjangan antara seseorang dengan suasana ataupun objek baru.
b.      Layanan Informasi, merupakan suatu layanan dalam bimbingan dan konseling yang berusaha memenuhi kekurangan individu akan informasi yang mereka perlukan. Dalam layanan ini, kepada peserta layanan disampaikan berbagai informasi, informasi itu kemudian diolah dan digunakan oleh individu untuk kepentingan hidup dan perkembangannya.
c.       Layanan Penempatan dan Penyaluran, yaitu suatu layanan dalam bimbingan dan konseling yang bertujuan diperolehnya tempat yang sesuai bagi individu untuk mengembangkan potensi dirinya.
d.       Layanan penguasaan konten, merupakan layanan bantuan kepada individu (sendiri-sendiri ataupun dalam kelompok) untuk meguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar.
e.       Layanan konseling perorangan, merupakan layanan konseling yang diselenggarakan oleh seorang konselor terhadap seorang klien dalam rangka pengentasan masalah pribadi klien.
f.       Layanan bimbingan kelompok (BKp), yaitu suatu layanan dalam bimbingan dan konseling yang mengikutkan sejumlah peserta dalam bentuk kelompok, dengan konselor dan pemimpin kegiatan kelompok, dengan mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembangan, pribadi dan atau pemecahan masalah individu yang menjadi peserta kegiatan kelompok.
g.      Layanan konseling kelompok (KKp), pada dasarnya layanan ini sama dengan layanan bimbingan kelompok, hanya saja topik-topik yang dibahas lebih menjurus pada permasalahan pribadi klien.
h.      Layanan Konsultasi, merupakan layanan konseling yang dilaksanakan oleh konselor terhadap seorang pelanggan, disebut konsulti yang memungkinkan konsulti memperoleh wawasan, pemahaman dan cara-cara yang perlu dilaksanakannya dalam menangani kondisi dan atau permasalahan pihak ketiga.
i.        Layanan mediasi, merupakan layanan konseling yang dilaksanakan konselor terhadap dua pihak (atau lebih) yang sedang dalam keadaan saling tidak menemukan kecocokan.

4.    Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling
Menurut Prayitno (2006) ada enam jenis kegiatan pendukung dalam bimbingan dan konseling yaitu:
a.       Aplikasi Instrumentasi, bertujuan agar diperolehnya data hasil pengukuran terhadap kondisi tertentu  peserta didik (klien).
b.      Himpunan Data, ialah menyediakan data dalam kualitas yang baik dan lengkap untuk menunjang penyelenggaraan pelayanan konseling sesuai dengan kebutuhan peserta didik (klien) dan individu-individu lain yang menjadi tanggung jawab konselor.
c.       Konferensi Kasus, merupakan forum terbatas yang diupayakan oleh konselor untuk membahas suatu kasus dan arah-arah penanggulangannya. Bertujuan untuk mengumpulkan data yang lebih banyak dan lebih akurat serta menggalang komitmen pihak-phak yang terkait dengan permasalahan tertentu dalam rangka penanganan permasalahan.
d.      Kunjungan Rumah, merupakan upaya untuk menditeksi kondisi keluarga dalam kaitanya dengan permasalahan anak atau individu yang menjadi tanggungjawab konselor dalam pelayanan konseling. Bertujuan untuk diperolehnya data yang lebih lengkap dan akurat berkenaan dengan masalah klien serta digalangkannya komitmen orangtua dan anggota keluarga lainnya dalam rangka penanggulangan masalah klien.
e.       Tampilan Kepustakaan, yaitu membantu peserta didik (klien)  dalam memperkaya dan memperkuat diri berkenaan dengan permasalahan yang dialami dan dibahas bersama konselor pada khususnya, dan dalam pengembangan diri pada umumnya. Pemanfaatan tampilan kepustakaan dapat diarahkan oleh konselor dalam rangka pelaksanaan pelayanan, dan/atau klien secara mandiri mengunjungi perpustakaan untuk mencari dan memanfaatkan sendiri bahan-bahan yang ada disana sesuai dengan keperluan. Tampilan kepustakaan merupakan kondisi yang sangat memungkinkan individu atau klien memperkuatkan atau memperkaya diri sendiri. Dengan atau tanpa bantuan konselor, terlebih-lebih pada tahap pasca-konseling, individu yang bersangkutan dapat terus menerus mengembangkan diri melalui pemanfaatan tampilan kepustakaan.
f.          Alih Tangan Kasus, kegiatan alih tangan kasus diselenggarakan oleh konselor tidak lain bermaksud agar klien memperoleh pelayanan yang optimal (atas masalah yang dialami) oleh ahli pelayanan profesi yang benar-benar handal. Melalui alih tangan kasus yang tepat klien akan segera memperoleh pelayanan yang tepat itu, sebaliknya apabila alih tangan kasus tidak tepat akan terjadi hal-hal yang tidak mengenakkan siswa tersebut.



5.    Format Pelayanan dalam Bimbingan dan Konseling
a.      Format Individual
Format individual ini merupakan format khusus yang dilakukan terhadap individu-individu tertentu, dengan layanan yang secara khusus disesuaikan dengan kebutuhan pribadi individu yang bersangkutan.
b.      Format Kelompok
Format kelompok dilakukan dalam kelompok yang terdiri atas sejumlah peserta secara terbatas. Dibandingkan dengan format klasikal, format kelompok memungkinkan dilakukannya akses yang lebih intensif terhadap objek layanan. Disamping itu, kegiatan layanan juga dapat memanfaatkan dinamika kelompok sehingga hasil layanan dapat lebih optimal.
c.       Format Klasikal
Format klasikal dapat diberikan kepada individu-individu di dalam kelas secara bersama-sama.
d.      Format Lapangan
Format lapangan ditempuh apabila peserta layanan melakukan kegiatan ke luar kelas atau diluar ruangan.
e.       Format “Politik” atau Pendekatan Khusus
Dalam format “politik” atau pendekatan khusus dilakukan dalam arti  konselor berupaya menghubungi dan mengaktifkan pihak-pihak diluar peserta layanan untuk memberikan dukungan dan fasilitas yang memudahkan pelaksanaan layanan dan menguntungkan para pesertanya. Dengan strategi ini perencanaan dan persiapan layanan dipermudah dan pelaksanaannya diperlancar, sehingga hasil-hasil layanan menjadi optimal.